Radio Dakwah

Kajian.Net

Selasa, 27 November 2012

PANDUAN PRAKTIS SHOLAT JUM'AT

 HUKUM JUM'AT

Shalat Jumat merupakan kewajiban bagi setiap mukallaf (orang yang telah diberikan beban untuk menjalankan kewajiban agama) dan aqil baligh sesuai dengan dalil yang menunjukkan bahwa shalat Jumat wajib bagi setiap mukallaf, dengan ancaman yang sangat keras bagi orang yang meninggalkannya, dan dengan himmah (tekad) Rasulullah صلیي الله عليه وسلم untuk membakar rumah orang-orang yang meninggalkannya1,  tidaklah ada hujjah yang lebih jelas daripada perintah yang termaktub di dalam al-Quran yang mencakup setiap individu muslim, di dalamnya diungkapkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah...”  [QS: 62. Al-Jumuah : 9]
Inilah argumentasi yang jelas.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari hadits Thariq bin Syihab, sesungguhnya Nabi صلیي الله عليه وسلم bersabda:
اَلْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَـى كُلِّ مُسْلِمٍ فِـيْ جَمَـاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةٌ : عَبْدٌ مَمْلُوْكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ
Shalat Jumat itu wajib bagi setiap muslim dengan berjamaah   kecuali kepada empat orang : hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang yang sedang sakit
Hadits ini dishahihkan bukan hanya oleh satu Imam (ulama hadits).

IMAM BESAR
Adanya al-Imam al-Azham (pemimpin besar untuk seluruh umat Islam) bukan merupakan syarat bagi diwajibkannya shalat Jumat, seandainya Rasulullah صلیي الله عليه وسلم dan orang yang menggantikannya di dalam memimpin shalat Jumat menjadi dalil bagi kewajiban adanya imam besar, niscaya hal itu pun berlaku bagi shalat-shalat yang lainnya, karena shalat-shalat tersebut pun dipimpin oleh beliau صلیي الله عليه وسلم pada zamannya dan oleh orang-orang yang diperintah olehnya. Karena penyebabnya batal (tidak sah), maka hukum yang ada karenanya pun batal.
Kesimpulan, syarat tersebut sama sekali tidak berlandaskan kepada ilmu, bahkan yang mewajibkannya sama sekali tidak benar bahwa hal itu riwayat dari sebagian Salaf, apalagi dari Nabi صلیي الله عليه وسلم karena itu tidak ada manfaatnya memperpanjang masalah tersebut.

JUMLAH JAMAAH SHALAT JUM'AT
Shalat berjamaah sah dilakukan walaupun hanya dengan seorang (makmum) bersama seorang imam, sedangkan shalat Jumat merupakan salah satu dari shalat-shalat wajib lainnya. Barangsiapa yang mensyaratkan tambahan bilangan yang ada pada shalat berjamaah, maka ia harus menunjukkan dalil pendapatnya itu, dan niscaya dia tidak akan mendapatkan dalilnya. Anehnya banyak sekali pendapat tentang bilangan tersebut hingga sampai lima belas pendapat, dan tidak ada dalil yang dijadikan landasan oleh mereka kecuali satu pendapat saja. Sesungguhnya shalat Jumat sama dengan jumlah pada shalat-shalat (berjamaah) yang lainnya. Bagaimana tidak, sedangkan syarat hanya bisa tetap bila ada dalil yang secara khusus menunjukkan bahwa suatu ibadah tidak sah kecuali dengan adanya syarat tersebut, penetapan syarat seperti ini (jumlah tertentu) sama sekali tidak berlandaskan atas sebuah dalil, terlebih lagi sikap tersebut merupakan kelancangan yang teramat sangat dan merupakan keberanian untuk berbicara atas Nama Allah dan Rasul-Nya صلیي الله عليه وسلم di dalam syariat-Nya.
Saya senantiasa merasa aneh kenapa hal itu bisa terjadi di kalangan para penulis, bahkan dicantumkan di dalam buku-buku bimbingan shalat, mereka memerintahkan orang awam untuk meyakini dan mengamalkannya, padahal pendapat tersebut ada di dalam jurang kehancuran, pendapat tersebut tidak khusus ada di dalam satu madzhab dari berbagai madzhab, juga bukan terjadi hanya pada satu daerah saja. Akan tetapi terjadi secara turun-menurun, seakan-akan pendapat tersebut diambil dari Kitabullah! Padahal ia hanya merupakan hadits khayalan belaka!
Aduhai! Apa bedanya ibadah ini dengan ibadah yang lainnya? Bisakah syarat dan rukun-rukunnya serta wajibnya menjadi tetap hanya dengan dalil, yang jika disodorkan kepada para peneliti niscaya mereka tidak mungkin menjadikannya sebagai Sunnah, apalagi menjadikannya wajib apalagi syarat?
Yang benar adalah sesungguhnya shalat Jumat merupakan kewajiban dari Allah سبحانه و تعالى yang merupakan syiar di antara syiar-syiar Islam dan merupakan salah satu bentuk shalat dari berbagai macam shalat, maka barangsiapa menganggap adanya syarat tertentu yang berbeda dengan shalat lainnya, maka ucapannya tidak akan didengar (diterima) kecuali jika berlandas-kan atas dalil.
Jika pada suatu tempat hanya ada dua orang, maka salah satu di antara keduanya berdiri menyampaikan khutbah, sedangkan yang lainnya mendengarkan, kemudian mereka berdua melakukan shalat, [dengan itu berarti mereka berdua telah melakukan] shalat Jumat.
Kesimpulan, semua tempat layak untuk melaksanakan kewajiban ini,  jika di dalamnya ada dua orang muslim sebagaimana shalat berjamaah yang lainnya.

BANYAKNYA TEMPAT PELAKSANAAN SHALAT JUM'AT PADA SUATU NEGERI (WILAYAH)
Shalat Jumat sama saja dengan shalat yang lainnya, bisa dilakukan di beberapa tempat di satu daerah, sebagaimana shalat berjamaah lainnya yang dilakukan pada tempat yang berbeda pada satu daerah. Barangsiapa meyakini pendapat lainnya, maka pendapat tersebut hanya bersandarkan atas akal semata. Pendapat tersebut sama sekali tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, seandainya keyakinannya berdasarkan atas sebuah riwayat, maka tidak ada satu riwayat pun yang mendukungnya.
Kesimpulan, sesungguhnya larangan mendirikan dua Jumat pada satu wilayah, walaupun dia mengata-kan bahwa di antara syarat sah Jumat adalah tidak adanya shalat Jumat lain pada satu daerah, maka saya katakan dari manakah pendapat ini berasal? Dan apakah ada dalil yang menjadi landasan bagi pendapat tersebut? Jika mereka hanya berlandaskan atas tidak adanya izin dari Rasulullah صلیي الله عليه وسلم untuk mendirikan Jumat selain di masjid Madinah dan perkampungan yang ada di sekitarnya. Maka sesungguhnya hal ini -selain tidak layak untuk dijadikan dalil akan adanya syarat yang mengandung kebathilan, bahkan atas kewajiban yang ada di bawahnya- harus diterapkan pula pada shalat-shalat wajib yang lainnya,  maka tidaklah sah melakukan shalat Jumat pada satu tempat yang belum pernah diizinkan oleh Rasulullah صلی الله عليه وسلم untuk melakukannya, ini jelas merupakan dalil paling bathil.
Selanjutnya, seandainya batalnya satu Jumat yang lain dari dua tempat pelaksanaan Jumat, ketika Anda mengetahui karena adanya sesuatu penghalang, maka apakah penghalang tersebut? Karena pada dasarnya adalah sahnya suatu peribadatan di mana saja ia lakukan dan kapan saja kecuali adanya dalil yang menunjukkan larangan, sedangkan di dalam masalah ini sama sekali tidak ada larangan















TIPS PRAKTIS





TIPS KHUTBAH JUM'AT






Minggu, 25 November 2012

PAKAIAN DAN PERHIASAN – HUKUM JENGGOT






PAKAIAN DAN PERHIASAN – HUKUM JENGGOT

1.    HUKUM MENCUKUR JENGGOT.
2.    HUKUM MENCUKUR JENGGOT ORANG LAIN (HUKUM TUKANG CUKUR JENGGOT).
3.    HUKUM MENCUKUR JENGGOT KARENA TIMBUL FITNAH
4.    HUKUM MENTAATI KEDUA ORANG TUA YANG MENYURUH MENCUKUR JENGGOT.
5.    HUKUM MEWARNAI RAMBUT DAN JENGGOT DENGAN WARNA HITAM.
6.    HUKUM MEMBUANG KUKU YANG BARU DIGUNTING.
7.    WAJIBKAH SEORANG WANITA MENCUKUR BULU KEMALUANNYA SETIAP KALI SELESAI HAIDH.
8.    MENCUKUR BULU KETIAK DENGAN PISAU CUKUR.
9.    HUKUM MENCUKUR BULU KEMALUAN ORANG YANG SUDAH LANJUT USIA.
10.   HUKUM MEMANJANGKAN KUKU BAGI PRIA & WANITA.


HUKUM MENCUKUR JENGGOT

Tanya :

Apa hukumnya mencukur jenggot atau mencukur sebagiannya?

Jawab :

Alhamdulillah, mencukur jenggot hukumnya haram berdasarkan hadits-hadits shahih yang secara tegas melarangnya. Dan berdasarkan dalil-dalil umum yang melarang menyerupai orang-orang kafir. Diantaranya hadits Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'Anhu bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:

"Selisihilah orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan potonglah kumis."

Dalam riwayat lain berbunyi:

"Potonglah kumis dan peliharalah jenggot."

Masih banyak lagi hadits-hadits lain yang semakna dengan itu. Maksud memelihara jenggot adalah membiarkannya tumbuh secara alami. Termasuk memeliharanya adalah membiarkannya tanpa mencukur, mencabut atau memotongnya sedikitpun. Ibnu Hazm bahkan telah menukil ijma' (kesepakatan) tentang hukum wajibnya memotong kumis dan memelihara jenggot. Beliau berdalil dengan sejumlah hadits, diantaranya adalah hadits Ibnu Umar terdahulu dan hadits Zaid bin Arqam yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:

"Barangsiapa tidak memotong sebagian dari kumisnya maka ia bukan termasuk golonganku (golongan yang melaksanakan sunnahku)."

Hadits tersebut dinyatakan shahih oleh At-Tirmidzi, ia berkata dalam kitab Al-Furu' bahwa riwayat yang dibawakan oleh rekan-rekan kami dari kalangan madzhab Hambali di atas menegaskan hukum haramnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: "Dalil-dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah serta ijma' telah memerintahkan supaya menyelisihi orang-orang kafir dan melarang menyerupai mereka. Sebab menyerupai mereka secara lahiriyah merupakan sebab menyerupai tabiat dan tingkah laku mereka yang tercela. Bahkan merupakan sebab meniru keyakinan-keyakinan sesat mereka. Dan dapat mewariskan benih-benih kecintaan dan loyalitas dalam batin kepada mereka. Sebagaimana kecintaan dalam hati dapat menyeret kepada penyerupaan dalam bentuk lahiriyah. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:

"Bukanlah termasuk golongan kami orang yang menyerupai selain kami. Maka janganlah kalian menyerupai kaum Yahudi dan Nasrani."

Dalam riwayat lain berbunyi:

"Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka." (H.R Imam Ahmad)

Bahkan Umar bin Khaththab menolak persaksian orang yang mencabuti jenggotnya. Dalam kitab At-Tamhid Imam Ibnu Abdil Barr berkata: "Haram hukumnya mencukur jenggot, sesungguhnya perbuatan tersebut hanya dilakukan oleh kaum banci." Yaitu perbuatan tersebut termasuk menyerupai kaum wanita. Dalam riwayat disebutkan bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam adalah seorang yang lebat jenggotnya. (H.R Muslim dari Jabir).

Dalam riwayat lain disebutkan: "Tebal jenggotnya" dalam riwayat lain: "Banyak jenggotnya", maknanya sama yakni lebat jenggotnya. Oleh karena itu tidak dibolehkan memotong sedikitpun darinya berdasarkan dalil-dalil umum yang melarangnya. Fatawa Lajnah Daimah V/133.


HUKUM MENCUKUR JENGGOT ORANG LAIN (HUKUM TUKANG CUKUR JENGGOT)

Tanya :

Saya adalah seorang muslim yang taat, muslim yang memelihara jenggotnya. Saya memiliki salon khusus pria, dan itulah sumber mata pencaharian saya. Saya biasa mencukur jenggot para pelanggan. Saya juga biasa menggunakan sejenis sisir untuk merapikan rambut pelanggan. Bagaimanakah hukum perkerjaan tersebut dilihat dari kacamata syariat?

Jawab:

Alhamdulillah,

Pertama: Seorang muslim diharamkan mencukur jenggotnya, berdasarkan dalil-dalil shahih yang menegaskan haramnya mencukur jenggot. Begitu juga muslim lainnya, diharamkan mencukur jenggot saudaranya sesama muslim. Karena hal itu termasuk bentuk saling menolong dalam berbuat dosa. Allah Subhaanahu Wa Ta'aala telah melarang seperti itu dalam firman-Nya:

"Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran."(QS. 5:2)

Kedua: Anda boleh saja menyisir rambut pria, merapikan dan meminyakinya dan memberinya wewangian, namun Anda tidak boleh melakukan hal itu terhadap kaum wanita yang bukan mahram Anda.Fatawa Lajnah Daimah V/145.



HUKUM MENCUKUR JENGGOT KARENA TIMBUL FITNAH

Tanya :

Sejak beberapa tahun ini saya mengenal Dienul Islam -walillahil hamd-, Allah telah memberi hidayah sehingga saya dan dua orang saudara saya bersedia memelihara jenggot. Sunnah Rasulullah ini kemudian diikuti oleh sebagian anggota keluarga. Alhamdulillah kami mampu menciptakan suasana islami di dalam rumah. Saudara-saudara wanita saya mengenakan busana muslimah dan kami senantiasa menerapkan ajaran-ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan kemampuan kami. Kemudian terjadilah fitnah (kekacauan) di negeri kami, masyarakat berubah membenci orang-orang berjenggot dan mempersempit ruang gerak mereka.

Masyarakat mengira setiap orang yang berjenggot pasti ingin membunuhi masyarakat dan menumpahkan darah mereka. Sebagaimana kaum muslimin lainnya, kami juga sama sekali tidak membenarkan tindakan membunuh dan menumpahkan darah yang diharamkan oleh Allah. Lalu kedua orang tua saya dan segenap keluarga terus meminta saya supaya mencukur jenggot. Ibu saya mengatakan bahwa ayah saya sangat marah kepada saya. Saya sendiri takut menyelisihi salah satu sunnah Rasulullah dan takut jatuh ke dalam perbuatan maksiat!?

Jawab :

Alhamdulillah,

Pertama: Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan atas ketaatan Anda mengikuti Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam dan dakwah Anda kepada segenap keluarga Anda kepada Sunnah Nabi.Kedua: Mencukur jenggot haram hukumnya, sedang memeliharanya adalah wajib sebagaimana yang Anda ketahui. Mentaati Allah tentunya lebih diprioritaskan daripada mentaati makhluk meskipun ia adalah keluarga yang terdekat. Tidak boleh mentaati makhluk dalam hal berbuat maksiat kepada Allah. Mentaati makhluk harus dalam perkara-perkara ma'ruf saja. Apa yang Anda sebutkan tadi, berupa kekesalan dan kemarahan kedua orang tua karena Anda tetap memelihara jenggot hanyalah dorongan sentimen perasaan belaka dan rasa khawatir atas keselamatan pribadi Anda setelah melihat berbagai peristiwa yang menimpa orang lain. Akan tetapi peristiwa-peristiwa tersebut umumnya terjadi atas orang-orang yang terlibat dalam kancah fitnah itu bukan karena masalah memelihara jenggot semata. Hendaklah Anda tetap teguh di atas kebenaran dan tetap memelihara jenggot karena ketaatan kepada Allah dan mencari ridha-Nya, meskipun manusia tidak senang. Dan hendaknya Anda menjauhkan diri dari tempat-tempat fitnah dan selalu bertawakkal kepada Allah serta mengharap kepada-Nya semoga Dia memberi jalan keluar bagi Anda dari setiap kesempitan. Allah berfirman dalam Kitab-Nya:

Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. 65:2-3)

Dalam ayat lain Allah berfirman:

Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu; dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya. (QS. 65:4-5)

Kami anjurkan agar Anda tetap berbakti kepada kedua orang tua dan memberikan alasan kepada mereka berdua dengan lembut dan dengan cara yang baik.Fatawa Lajnah Daimah V/151.


HUKUM MENTAATI KEDUA ORANG TUA YANG MENYURUH MENCUKUR JENGGOT

Tanya :

Saya seorang pemuda muslim yang ingin memelihara jenggot. Akan tetapi kedua orang tuaku menentang keras keinginannku itu. Wajibkah saya terus memelihara jenggot ataukah menuruti perintah kedua orang tuaku?


Jawab :

Alhamdulillah, mencukur jenggot hukumnya haram, tidak boleh mencukurnya karena menuruti perintah orang tua atau pemimpin. Sebab ketaatan hanya pada perkara yang ma'ruf. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda :

"Tidak boleh taat kepada makhluk dalam hal mendurhakai Allah."

Fatwa Lajnah Daimah V/146.


HUKUM MEWARNAI RAMBUT DAN JENGGOT DENGAN WARNA HITAM

Tanya :

Apa hukumnya mewarnai jenggot dengan warna hitam?

Jawab :

Alhamdulillah, kaum lelaki tidak dibolehkan mewarnai jenggotnya dengan warna hitam. Berdasarkan dalil-dalil yang melarangnya. Imam Abu Dawud meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir bin Abdullah bahwa ia berkata:

Abu Quhafah dibawa ke hadapan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam pada hari penaklukan kota Makkah dalam keadaan putih rambutnya. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam berkata:
"Warnailah ubannya dan hindarilah penggunaan warna hitam!" (H.R Muslim, An-Nasa'i dan Ibnu Majah)

Imam Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa'i juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiallahu 'Anhu bahwa ia berkata: "Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:

"Akan ada kelak di akhir zaman suatu kaum yang mewarnai rambut mereka dengan warna hitam bagaikan anak-anak burung merpati, mereka tidak akan mencium aroma surga."

Namun dianjurkan agar mewarnai rambut dengan selain warna hitam berdasarkan hadits Jabir terdahulu. Dianjurkan agar mewarnai rambut dengan menggunakan inai atau sejenisnya yang membuat warna rambut menjadi merah atau kuning, karena Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam mewarnai rambut beliau dengan warna kuning. Dan berdasarkan riwayat Muslim yang menyebutkan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiallahu 'Anhu mewarnai rambutnya dengan inai dan al-katam (sejenis tetumbuhan untuk mewarnai rambut). Dan juga berdasarkan hadits Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam:

"Sesungguhnya bahan terbaik untuk mewarnai uban kamu ialah inai dan al-katam." (H.R Imam Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi, dan dinayatakan shahih oleh beliau). Dinukil dari kumpulan Fatwa Lajnah Daimah V/166-167.


HUKUM MEMBUANG KUKU YANG BARU DIGUNTING

Tanya :

Benarkah bahwa membuang kuku setelah mengguntingnya termasuk perbuatan haram? Benarkah bahwa kuku-kuku itu harus ditanam?



Jawab :

Alhamdulillah, memotong kuku adalah perkara yang disyariatkan, hal itu termasuk salah satu perkara fitrah. Tidaklah wajib menanamnya dan tidak masalah juga membuangnya. Tidaklah masalah membuangnya di tempat sampah atau menanamnya. Fatwa Lajnah Daimah V/174.

Akan tetapi jika ia khawatir kuku-kuku itu jatuh ke tangan tukang-tukang sihir, hendaklah ia menanamnya atau membuangnya di tempat yang tidak dapat dijangkau oleh tukang-tukang sihir. Wallahu A'lam.


WAJIBKAH SEORANG WANITA MENCUKUR BULU KEMALUANNYA SETIAP KALI SELESAI HAIDH

Tanya :

Apakah seorang wanita diwajibkan mencukur bulu kemaluannya setiap kali selesai haidh?

Jawab :

Alhamdulillah, menghilangkan bulu kemaluan dengan mencabut, obat, mencukur atau mengguntingnya termasuk perkara fitrah yang dianjurkan dan disyariatkan Dienul Islam. Akan tetapi tidak ditentukan waktunya setiap kali selesai haidh. Imam Ahmad, Al-Bukhari, Muslim dan penulis kitab-kitab As-Sunan meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bahwa beliau bersabda:

"Lima perkara termasuk fitrah; istihdad (mencukur bulu kemaluan), khitan, menggunting kumis, mencabut bulu ketiak dan menggunting kuku." Diriwayatkan secara shahih dari Anas bin Malik Radhiallahu 'Anhu bahwa ia berkata:

"Kami diberi batas waktu untuk menggunting kumis, menggunting kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan, yaitu tidak membiarkannya lebih dari empat puluh hari." (H.R Muslim, Ibnu Majah, Ahmad, At-Tirmidzi , An-Nasa'i dan Abu Dawud)

Dalam riwayat lain ditegaskan, "Rasulullah memberikan batas waktu bagi kami....."

Fatwa Lajnah Daimah V/127.


MENCUKUR BULU KETIAK DENGAN PISAU CUKUR

Tanya :

Bolekan mencukur bulu ketiak dengan pisau cukur?

Jawab :

Alhamdulillah, boleh! Sebab yang diperintahkan adalah menghilangkan bulu ketiak dengan mencabut, mencukur atau cara-cara lainnya. Mencabutnya tentu lebih utama jika mudah dilakukan. Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam :

"Fitrah ada lima: Khitan, menggunting kumis, menggunting kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan." (Muttafaqun 'alaihi) Fatawa Lajnah Daimah V/171.


HUKUM MENCUKUR BULU KEMALUAN ORANG YANG SUDAH LANJUT USIA

Tanya :

Ketika ayah saya sudah lanjut usia dan tidak mampu lagi mengurus dirinya sendiri, khususnya dari segi kebersihan diri, maka sayalah yang menangani kebersihan dirinya, sayalah yang memotong kumisnya dan mencukur bulu kemaluannya. Biasanya setiap kali saya mencukur bulu kemaluannya, tanpa sengaja saya melihat aurat vitalnya. Berdosakah saya karena perbuatan tersebut? Karena saya pernah mendengar bahwa barangsiapa melihat kemaluan kedua orang tuanya maka ia wajib berpuasa dua bulan, benarkah demikian?

Jawab :

Alhamdulillah, Anda dibolehkan mencukur bulu kemaluan ayah Anda selama ia tidak mampu mencukurnya sendiri. Sementara hadits yang Anda dengar itu, yakni wajib berpuasa dua bulan bagi yang melihat aurat kedua orang tuanya, tidaklah shahih. Fatawa Lajnah Daimah V/127.


HUKUM MEMANJANGKAN KUKU BAGI PRIA DAN WANITA

Tanya :

Apa hukumnya memelihara (memanjangkan) kuku bagi kaum pria dan wanita? Jika memang diharamkan, apa hikmah dibalik pelarangan itu?

Jawab :

Alhamdulillah, memotong kuku termasuk salah satu perkara fitrah, berdasarkan sabda nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam:

"Perkara fitrah ada lima: Berkhitan, mencukur bulu kemaluan, menggunting kumis, menggunting kuku dan mencabut bulu ketiak." (H.R Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits shahih lainnya disebutkan bahwa perkara fitrah ada sepuluh, salah satunya adalah menggunting kuku. Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallaahu 'Anhu ia berkata:

"Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam memberi kami batas waktu untuk menggunting kumis, menggunting kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan, yaitu tidak membiarkannya lebih dari empat puluh hari." (H.R Ahmad, Muslim dan Nasa'i, lafal hadits di atas adalah lafal hadits riwayat Ahmad)

Barangsiapa tidak menggunting kukunya berarti ia telah menyalahi perkara fitrah. Hikmah pelarangannya ialah untuk menjaga kesucian dan kebersihan, karena kadangkala dalam kuku tersebut tersimpan kotoran, dan juga untuk menghindari bentuk penyerupaan diri dengan orang-orang kafir dan hewan-hewan bercakar dan berkuku panjang. Fatawa Lajnah Daimah V/173.

Pada hari ini banyak kita jumpai kaum wanita yang menyerupakan dirinya dengan binatang-binatang buas, dengan memanjangkan kuku-kuku mereka kemudian mengecatnya dengan cat-cat kuku berwarna norak. Pemandangan seperti ini sangat buruk dan membuat jengkel hati orang-orang berpikiran sehat dan lurus fitrahnya. Termasuk kebiasaan jelek yang dilakukan sebagian orang pada hari ini adalah membiarkan panjang salah satu kukunya, sudah barang tentu perbuatan semacam itu menyalahi perkara fitrah. Hanya kepada Allah sematalah kita memohon keselamatan dan afiat dan Dia-lah yang menunjuki kepada jalan yang lurus.

Senin, 19 November 2012

Tata Cara Sholat Rosullulah

fa-idzaa qadhaytumu alshshalaata faudzkuruu allaaha qiyaaman waqu'uudan wa'alaa junuubikum fa-idzaa ithma/nantum fa-aqiimuu alshshalaata inna alshshalaata kaanat 'alaa almu/miniina kitaaban mawquutaan
[4:103] Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.


1.) Yang pertama-tama dipertanyakan terhadap seorang hamba pada hari kiamat dari amal perbuatannya  adalah tentang shalatnya. Apabila shalatnya baik maka dia beruntung dan sukses dan apabila shalatnya buruk maka dia kecewa dan merugi (Hr.Annasa'i dan Attirmidzi)

2.) Paling dekat seorang hamba kepada Robbnya ialah ketika ia bersujud maka perbanyaklah Do'a(saat bersujud)(HR.Muslim)

3. Dari abu abdullah (Abu abdurahman tsauban) sahaya rasulullah saw ia berkata ; saya mendengar rasullullah saw bersabda; hendaklah kamu memperbanyak sujud, sesungguhnya jika sujud satu saja sujud karena Alloh niscaya Alloh mengangkat satu derajat dan Alloh  menghapus satu kesalahanmu (Hr muslim)

4. Dari malik bin huwairis sesungguhnya  rasulullah saw telah bersabda'apabila datang waktu shalat  hendaklah azan salah seorang diantara kamu, dan hendaklah yang tertuan diantara kamu menjadi imam (Riwayat bukhari dan muslim)

5. Abdullah ibnu mas'ud Ra berkata."Aku bertanya kepada Rasululloh,"Ya rasululloh,amal perbuatan apa yang paling afdol?" beliau menjawab,"shalat pada waktunya." Aku bertanya lagi,"lalu apa lagi ?" Beliau menjawa,"berbakti kepada kedua orang tua." Aku bertanya lagi,"kemudian apa lagi ,ya Rasululloh?" Beliau menjawab,"berjihad di jalan Alloh."(HR Al bukhari)

6.) Hadis riwayat Mughirah bin Syu`bah ra.:
Bahwa Nabi saw. mengerjakan salat sehingga kedua telapak kaki beliau membengkak, lalu beliau 
ditanya: Apakah engkau masih membebankan dirimu dengan beribadah seperti padahal Allah telah mengampuni dosamu yang terdahulu dan yang akan datang? Kemudian beliau menjawab: Apakah aku tidak ingin menjadi seorang hamba yang bersyukur Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim [Bahasa Arab saja]: 5044

7.) Barang siapa meninggalkan shalat dengan sengaja maka dia kafir terang-terangan (HR.Ahmad)

8.) Suruhlah anak-anakmu shalat bila berumur tujuh tahun dan gunakanlan pukulan jika mereka sudah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka (putera-puteri) (Abu dawud)

9) Barang siapa lupa shalat atau ketiduran maka tebusannya ialah melakukannya pada saat dia ingat (HR Ahmad)



YANG PERTAMA ATUR SHAF SHALAT, LURUS DAN RAPATKAN





SHOLAT





































Semoga bermanfaat untuk saudara semuslim..amin ya robbal alamin